Kamis, 01 Oktober 2015

CATATAN SURVIVOR DIAN - GN. SEMERU, NOV 2006



Semeru | Photo: Dimas A. Pratama




Seorang mahasiswa Universitas Jember (Unej) Jawa Timur yang tercatat kuliah Diploma III Jurusan Administrasi Keuangan Fakultas Ekonomi angkatan 2004, Dian Susanto, dinyatakan hilang saat pendakian di Gunung Semeru.

Hilangnya Dian Susanto yang anggota yunior Mahasiswa Pecinta Alam (Mahapala) Unej dan juga putra seorang Provost TNI AD asal Situbondo itu sejak Rabu (22/11) sore lalu, setelah melakukan pendakian ke puncak Gunung Semeru pada Senin (20/11) dini hari.

Informasi yang dihimpun Tempo menyebutkan, Dian awalnya mendaki gunung tertinggi se-Pulau Jawa (3.676 meter) itu bersama tiga temannya, yakni Windarto, Sholeh Hanafi dan Fuad Handitya yang semuanya merupakan anggota senior Himapala Unej.

"Setelah turun dari pendakian, Dian ada di urutan paling terakhir dan tiga temannya sudah jauh mendahuluinya hingga sampai di base camp Ranu Pane," kata Ketua Himapala, Janarko kepada Tempo, siang tadi.

Diperkirakan lokasi hilangnya Dian, menurut Janarko, berada di lereng yang memiliki dua cabang jalan tepatnya di Cemoro Tunggal atau Jambangan. Janarko awalnya mendapat informasi hilangnya Dian yakni dari seorang anggota SAR Ranu Pane via SMS melalui ketiga teman Dian, selain itu pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) juga mengabarkan hal yang sama. (Media Online Tempo, 24 November 2006)

"Kita hanya manusia biasa yang tidak bisa melawan alam, dan kita adalah makhluk yang kecil di hadapan Tuhan" : Dian Susanto (Survivor Semeru, November 2006)

PERJALANAN MENDAKI PUNCAK PARA DEWA

18 November 2006 : Rencana Ke Gunung Semeru

Saya, Dian Susanto (biasa dipanggil stempel) ingin berbagi cerita kepada teman yang kadang bertanya tentang perjalanan saya di Gunung Semeru, November 2006 silam.

Tanggal 18 November 2006, saya bersama windarto (Metehek) anggota Mahapala DIII FE Universitas Negeri Jember (UNEJ), selesai ujian akhir semester ganjil berencana mendaki ke Gunung Semeru.

Pada pendakian ini kami mengajak teman lain yang juga Mahasiswa FE UNEJ yaitu, Fuad Haditya dan Sholeh Hanafi, dan melakukan persiapan kebutuhan logistik serta perlengkapan pendakian gunung.

19 November 2006 : Bermalam Di Ranukumbolo

Pagi hari dan menggunakan dua sepeda motor, kami berempat start dari Jember menuju Lumajang. Terbesit firasat tidak baik dalam perjanan, ketika salah satu sepeda motor kami mengalami kerusakan rantai. Namun kami berusaha membuang jauh-jauh firasat tidak baik tersebut.

Tiba di Lumajang kami mampir sebentar ke Pasar Senduro untuk melengkapi perbekalan logistik. Pukul 11 siang, dari Pasar Senduro perjalanan kami lanjutkan kembali menuju ke Ranu Pane.

Tiba di Ranu Pane, sepeda motor kami kami titipkan di rumah Pak Tumari, di sini kami sempat bertemu dengan Rombongan OPA Janagiri Jogjakarta.

Tim kami melewati Jalur Watu Rejeng sementara Tim Janagiri melewati Jalur Ayak-Ayak. Selama perjalanan hari pertama Fuad diare, tapi bisa teratasi dengan minum obat diare.

Tiba di Ranukumbolo kami bertemu kembali dengan Tim Janagiri Jogjakarta, kemudian mendirikan tenda dan memasak bekal logistik untuk makan malam.

20 November 2006 : Bermalam Di Pos Arcopodo

Perjalanan dilanjutkan dari Ranu Kumbolo ke Kalimati. Setelah ambil air di Sumber Mani, Kali Mati, perjalanan kami lanjutkan menuju ke Arcopodo untuk istirahat dan berkemah di sana.

Malam hari Windarto (Metehek) mengalami sesak nafas (sakit asmanya kambuh). Obat yang disemprotkan ke mulutnya sudah habis.

Ketika itu kondisi fisik teman-teman sedang kurang baik, dan diputuskan untuk tidak muncak (summit attact) pada esok hari. Melihat kondisi fisik teman-teman yang sedang drop, saya urungkan niat untuk menuju puncak Mahameru.

Kira-kira jam 3 pagi, rombongan Tim Janagiri yang berkemah di Kalimati rupanya mulai menuju puncak dan melewati tenda kami.

Teman-teman dari Janagiri menawarkan bantuan oksigen dan mengajak kami untuk ke Puncak Mahameru. Tim kami dan Tim Janagiri melakukan koordinasi.

Tiga teman yang kondisi fisik tidak memungkinkan untuk ke Puncak menunggu di tenda. Saya dan Tim Janagiri berangkat menuju puncak Mahameru. Pukul 5.30 pagi saya mencapai puncak dan berfoto bersama rombongan Janagiri.

Satu orang Tim dari Janagiri yang bernama Kolap, karena kondisi fisiknya kurang bagus diantarkan ke tenda kami di Arcopodo. Saya juga dapat kabar bahwa kondisi Windarto juga sedang kurang baik. Saya putuskan turun ke Arcopodo lebih dulu untuk melihat kondisi teman saya Windarto.

MASA-MASA SURVIVAL ENAM HARI (LIMA MALAM)

21 November 2006 : Hari Kesatu

Asyiknya turun dengan medan yang lebih ringan daripada menuju ke puncak, menjadikan saya terlalu ke kanan dari jalur pendakian yang menuju ke Cemoro Tunggal, yaitu jalan menuju Arcopodo.

Ada banyak pohon cemara, saya teruskan ke bawah mengikuti jalan lahar, saya pikir akan tembus ke Arcopodo atau Kalimati.

Saya sempat jatuh ke jurang yang dalamnya sekitar 14 meter. Kaki kiri saya mengalami cidera, untuk berjalan terpaksa harus diseret. Meski dengan kaki kiri yang sakit saya tetap berjalan hingga menjelang sore hari.

Posisi saya ada di tepi bibir tebing curam yang dalam. Orang menyebutnya lokasi BLANK 75, saya baru sadar bahwa saya sedang tersesat

Nama blank 75 ialah tempat biasanya ditemukan survivor yang meninggal atau tempat survivor ditemukan selamat di bibir jurang. Itu saya ketahui setelah saya berhasil selamat dari lokasi ini.

Sore hari turun gerimis, saya coba naik punggungan agar tidak terseret air saat turun hujan, untuk membuat bivak sekedarnya dari tanaman yang ada di sekitar tempat itu. Perlengkapan yang saya bawa hanya tas daypack, kamera, tempat minum dan jaket serta pakaian yang melekat di badan.

Malam hari sangat gelap sampai saya tidak bisa melihat apapun dan tidak bisa membuat perapian karena hujan dan tidak membawa korek.

Situasi psikologi seperti tak percaya bahwa saya tersesat, masih berharap ini hanya mimpi. Perasaan campur aduk jadi satu antara cemas, takut akan serangan binatang buas dan sebagainya. Dalam hati tidak percaya bahwa saya sedang tersesat.

22 November 2006 : Hari Kedua

Pada saat matahari mulai terbit saya berjalan dan mencari puncak yang tinggi untuk mencari jalan keluar dan menghangatkan tubuh dengan cara berjalan.

Tak seperti yang dibayangkan, pada saat saya menaiki punggungan yang saya rasa tinggi dan bisa melihat sekeliling, ternyata masih banyak lagi punggungan yang lebih tinggi dan banyak jurang di sekitarnya.

Siang hari kepala saya rasanya pusing rupanya karena sudah dua hari saya tidak makan. Sesuai ilmu diklatsar survival yang saya pelajari di MAHAPALA mengenai ciri tumbuhan yang bisa dimakan. Survival saya lakukan dengan mencari daun yang bisa dimakan dan tersedia di sana. Awalnya sempat muntah karena perut tidak terbiasa.

Selama perjalanan saya juga memakan bunga anggrek dan buah murbei yang saya jumpai di punggungan gunungan atau pinggir jurang. Air saya peroleh dengan menggali pasir bekas hujan semalam, diendapkan airnya, lalu saya masukkan ke botol minum.

Sampai sore hari saya belum menemukan jalan keluar, hujan mulai deras sementara saya ada di pinggir jalan lahar, saya perhatikan air semakin tinggi dan terjadi longsor, lalu saya cari tempat yang agak tinggi.

Tidak sempat membuat bivak, saya tidur melingkar di pohon besar agar tidak jatuh ke jalan lahar dan "disapu" oleh air dari atas. Malam hari saya berfikir. Saya pernah melihat peta countur Semeru, bahwa di sebelah Timur ada tempat yang landai dan biasanya di sanalah letak perkampungan.

Saya putuskan bahwa besok saya harus ke arah Timur dengan panduan “kompas alam” yaitu matahari. Pagi hari setelah melihat sinar matahari saya langsung berjalan ke arah Timur.

23 November 2006 : Hari ketiga

Mendaki punggungan yang kadang terjal. Terjatuh saat berpegangan semak-semak yang tidak terlalu kuat, atau terguling-guling saat terpeleset menuruni jurang. Ada suatu lokasi yang unik dan tampak datar. Namun setelah saya injak saya terjatuh ke dalam. Rupanya dataran tersebut adalah anyaman alami dari akar-akar pohon.

Siang hari saya melewati celah pepohonan dan ada lubang yang dalam diantara pohon tersebut, sepertinya jika terjatuh kesana sulit untuk bisa selamat karena lubang vertical yang sangat dalam. Selama perjalanan saya tetap makan dedaunan yang bisa untuk dimakan, mengambil air dari ceruk-ceruk di bebatuan sisa air hujan semalam.

Sampai pada sore hari, saya menggali tanah di lereng di bawah akar pohon besar untuk saya gunakan tidur. Pada malam ketiga terdengar suara dentuman beberapa kali, sepertinya semeru sedang aktif, karena pada malam sebelumnya tidak terdengar suara sekeras itu.

Hal paling berat selama saya tersesat adalah pada saat hari mulai gelap. Malam serasa sangat panjang keadaan jiwa merasa gak nyaman. Entah, kalau saya bikin api apakah perasaan itu sedikit reda.

Sayangnya hampir setiap malam turun gerimis atau hujan yang agak deras, minus bekal korek api. Menurut pikiran saya, jika dipaksakan membuat api dengan kondisi kayu yang basah dan tidak berhasil, hanya akan menguras tenaga dan melemahkan mental saya. Ini hanya pemikiran saya pribadi dan mungkin bertentangan dengan prinsip survival.

24 November 2006 : Hari keempat

Masih tetap sendiri menuju ke arah Timur. Sempat putus asa juga karena seperti dikepung oleh bukit-bukit yang tak ada ujung jalan keluarnya.

Saya menghibur diri dengan cara bernyanyi, dan berusaha berbicara dengan diri saya sendiri. Serta menciptakan teman yang fiktif untuk diajak berbicara, agar kejiwaan dan semangat tetap terjaga.

Sekitar punggungan gunung saya sempat melihat kotoran binatang yang besar, saya pikir itu adalah kotoran binatang buas dan saya cepat berlari untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Cukup berat untuk melewati hutan yang mungkin belum pernah dilewati manusia. Vegetasinya sangat rapat sehingga sulit sekali untuk dilewati, dan saya tidak membawa pisau tebas untuk membuka jalan.

Menjelang malam saya melihat ada bekas potongan pohon, hati sangat gembira sekali seperti ada harapan untuk jalan keluar. Di sekitar tempat itu tidak nampak ada jalan, malam pun tiba. Saya membangun bivak dari bekas potongan kayu-kayu di tempat tersebut.

Sepanjang malam saya berdoa agar esok bisa menemukan jalan keluar, karena saya yakin bekas potongan kayu ini menandakan pernah ada orang yang ke sini.

25 November : Hari kelima

Pagi hari saya sangat senang karena setelah mencari di sekitar potongan pohon. Ada "jalan tikus" (jalur setapak) menuju arah barat hingga mentok jalannya buntu, berbalik arah ke timur saya ikuti jalan ini terus sampai saya lelah dan beristirahat sejenak.

Kaget rasanya setelah sekian hari untuk pertama kalinya bertemu dengan manusia, orang tersebut adalah Pak Suwadi dan Pak Tamin yang sedang mencari rotan di hutan.

Pak Tamin dan Pak Suwadi mengatakan, jika terus mengikuti jalan tikus ini, akan sampai di hutan bambu dan perkampungan. Saya tidak mau mengambil resiko dan menunggu dua orang itu menyelesaikan pekerjaan mencari rotan. Esok hari baru mereka turun dan saya tidur di gubuk mereka di dalam hutan.

Perut sudah lumayan terisi, tidak lupa juga air gula hangat yang diberikan oleh mereka. Pak Suwadi dan Pak Tamin sudah mendapat rotan yang dicari. Mereka turun lewat hutan bambu dan saya mengikuti dari belakang.

Akhirnya kami bertiga sampai di sungai kampung Sumbermujur, Desa Candipuro. Melihat air sungai yang sangat jernih, saya langsung meminumnya. Beberapa hari kemarin saya hanya minum air keruh bercampur pasir.

26 November 2006 : Hari Keenam

Gaya pakaian saya yang compang camping di beberapa bagian, merupan hal yang tak lazim di kampung itu.Seorang bapak (Tohari) yang akan mandi di sungai, bertanya: "Kamu mau kemana, kok bawa tas dan memakai sepatu dengan celana yang sudah sobek?" Saya jawab bahwa saya mengalami tersesat di Gunung Semeru.

Kemudian Pak Tohari bertanya lagi: "Apakah saya yang diberitakan hilang di koran, televisi dan radio?" Saya jawab tidak tahu karena selama saya hilang saya tidak tahu keadaan di luar hutan.

Dari sungai saya dibawa ke rumah Pak Tohari. Entah siapa yang memberi kabar tentang diri saya, di rumah Pak Tohari sudah banyak warga yang kumpul. Setelah mandi di sungai saya diberi pakaian ganti, makan / minum, dan pinjaman HP untuk menghubungi sekretariat MAHAPALA UNEJ.

Teman-teman di sekretariat tidak percaya bahwa yang menelepon itu adalah saya, mereka minta info ciri-ciri pakaian yang saya kenakan pada saat hilang di gunung. Setelah mereka yakin dengan ciri-ciri pakaian yang terakhir saya gunakan, kemudian Sekretariat segera menghubungi Tim SAR yang ada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Saya dijemput oleh Tim SAR gabungan Lumajang dari Desa Candipuro untuk dibawa ke RSUD Lumajang. Selesai dari RSUD Lumajang kemudian menuju ke sekretariat PA32 dan terakhir kembali lagi di Ranupane. Setelah tiba di Ranupane saya bertemu teman-teman SAR Kabupaten Lumajang, SAR TNBTS, SAR OPA dan teman lainnya yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

Saya berterimakasih sekali kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktunya untuk menjadi TIM SAR - Selesai


Tidak ada komentar:

Posting Komentar