Seorang mahasiswa Universitas
Jember (Unej) Jawa Timur yang tercatat kuliah Diploma III Jurusan Administrasi
Keuangan Fakultas Ekonomi angkatan 2004, Dian Susanto, dinyatakan hilang saat
pendakian di Gunung Semeru.
Hilangnya Dian Susanto yang
anggota yunior Mahasiswa Pecinta Alam (Mahapala) Unej dan juga putra seorang
Provost TNI AD asal Situbondo itu sejak Rabu (22/11) sore lalu, setelah
melakukan pendakian ke puncak Gunung Semeru pada Senin (20/11) dini hari.
Informasi yang dihimpun Tempo
menyebutkan, Dian awalnya mendaki gunung tertinggi se-Pulau Jawa (3.676 meter)
itu bersama tiga temannya, yakni Windarto, Sholeh Hanafi dan Fuad Handitya yang
semuanya merupakan anggota senior Himapala Unej.
"Setelah turun dari
pendakian, Dian ada di urutan paling terakhir dan tiga temannya sudah jauh
mendahuluinya hingga sampai di base camp Ranu Pane," kata Ketua Himapala,
Janarko kepada Tempo, siang tadi.
Diperkirakan lokasi hilangnya
Dian, menurut Janarko, berada di lereng yang memiliki dua cabang jalan tepatnya
di Cemoro Tunggal atau Jambangan. Janarko awalnya mendapat informasi hilangnya
Dian yakni dari seorang anggota SAR Ranu Pane via SMS melalui ketiga teman
Dian, selain itu pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) juga
mengabarkan hal yang sama. (Media Online Tempo, 24 November 2006)
"Kita hanya manusia biasa
yang tidak bisa melawan alam, dan kita adalah makhluk yang kecil di hadapan
Tuhan" : Dian Susanto (Survivor Semeru, November 2006)
PERJALANAN MENDAKI PUNCAK PARA
DEWA
18 November 2006 : Rencana Ke
Gunung Semeru
Saya, Dian Susanto (biasa
dipanggil stempel) ingin berbagi cerita kepada teman yang kadang bertanya
tentang perjalanan saya di Gunung Semeru, November 2006 silam.
Tanggal 18 November 2006, saya
bersama windarto (Metehek) anggota Mahapala DIII FE Universitas Negeri Jember
(UNEJ), selesai ujian akhir semester ganjil berencana mendaki ke Gunung Semeru.
Pada pendakian ini kami mengajak
teman lain yang juga Mahasiswa FE UNEJ yaitu, Fuad Haditya dan Sholeh Hanafi,
dan melakukan persiapan kebutuhan logistik serta perlengkapan pendakian gunung.
19 November 2006 : Bermalam Di
Ranukumbolo
Pagi hari dan menggunakan dua
sepeda motor, kami berempat start dari Jember menuju Lumajang. Terbesit firasat
tidak baik dalam perjanan, ketika salah satu sepeda motor kami mengalami
kerusakan rantai. Namun kami berusaha membuang jauh-jauh firasat tidak baik
tersebut.
Tiba di Lumajang kami mampir
sebentar ke Pasar Senduro untuk melengkapi perbekalan logistik. Pukul 11 siang,
dari Pasar Senduro perjalanan kami lanjutkan kembali menuju ke Ranu Pane.
Tiba di Ranu Pane, sepeda motor
kami kami titipkan di rumah Pak Tumari, di sini kami sempat bertemu dengan
Rombongan OPA Janagiri Jogjakarta.
Tim kami melewati Jalur Watu
Rejeng sementara Tim Janagiri melewati Jalur Ayak-Ayak. Selama perjalanan hari
pertama Fuad diare, tapi bisa teratasi dengan minum obat diare.
Tiba di Ranukumbolo kami bertemu
kembali dengan Tim Janagiri Jogjakarta, kemudian mendirikan tenda dan memasak
bekal logistik untuk makan malam.
20 November 2006 : Bermalam Di
Pos Arcopodo
Perjalanan dilanjutkan dari Ranu
Kumbolo ke Kalimati. Setelah ambil air di Sumber Mani, Kali Mati, perjalanan
kami lanjutkan menuju ke Arcopodo untuk istirahat dan berkemah di sana.
Malam hari Windarto (Metehek)
mengalami sesak nafas (sakit asmanya kambuh). Obat yang disemprotkan ke
mulutnya sudah habis.
Ketika itu kondisi fisik
teman-teman sedang kurang baik, dan diputuskan untuk tidak muncak (summit
attact) pada esok hari. Melihat kondisi fisik teman-teman yang sedang drop,
saya urungkan niat untuk menuju puncak Mahameru.
Kira-kira jam 3 pagi, rombongan
Tim Janagiri yang berkemah di Kalimati rupanya mulai menuju puncak dan melewati
tenda kami.
Teman-teman dari Janagiri
menawarkan bantuan oksigen dan mengajak kami untuk ke Puncak Mahameru. Tim kami
dan Tim Janagiri melakukan koordinasi.
Tiga teman yang kondisi fisik
tidak memungkinkan untuk ke Puncak menunggu di tenda. Saya dan Tim Janagiri
berangkat menuju puncak Mahameru. Pukul 5.30 pagi saya mencapai puncak dan
berfoto bersama rombongan Janagiri.
Satu orang Tim dari Janagiri
yang bernama Kolap, karena kondisi fisiknya kurang bagus diantarkan ke tenda
kami di Arcopodo. Saya juga dapat kabar bahwa kondisi Windarto juga sedang
kurang baik. Saya putuskan turun ke Arcopodo lebih dulu untuk melihat kondisi
teman saya Windarto.
MASA-MASA SURVIVAL ENAM HARI
(LIMA MALAM)
21 November 2006 : Hari Kesatu
Asyiknya turun dengan medan yang
lebih ringan daripada menuju ke puncak, menjadikan saya terlalu ke kanan dari
jalur pendakian yang menuju ke Cemoro Tunggal, yaitu jalan menuju Arcopodo.
Ada banyak pohon cemara, saya
teruskan ke bawah mengikuti jalan lahar, saya pikir akan tembus ke Arcopodo
atau Kalimati.
Saya sempat jatuh ke jurang yang
dalamnya sekitar 14 meter. Kaki kiri saya mengalami cidera, untuk berjalan
terpaksa harus diseret. Meski dengan kaki kiri yang sakit saya tetap berjalan
hingga menjelang sore hari.
Posisi saya ada di tepi bibir
tebing curam yang dalam. Orang menyebutnya lokasi BLANK 75, saya baru sadar
bahwa saya sedang tersesat
Nama blank 75 ialah tempat
biasanya ditemukan survivor yang meninggal atau tempat survivor ditemukan
selamat di bibir jurang. Itu saya ketahui setelah saya berhasil selamat dari
lokasi ini.
Sore hari turun gerimis, saya
coba naik punggungan agar tidak terseret air saat turun hujan, untuk membuat
bivak sekedarnya dari tanaman yang ada di sekitar tempat itu. Perlengkapan yang
saya bawa hanya tas daypack, kamera, tempat minum dan jaket serta pakaian yang
melekat di badan.
Malam hari sangat gelap sampai
saya tidak bisa melihat apapun dan tidak bisa membuat perapian karena hujan dan
tidak membawa korek.
Situasi psikologi seperti tak
percaya bahwa saya tersesat, masih berharap ini hanya mimpi. Perasaan campur
aduk jadi satu antara cemas, takut akan serangan binatang buas dan sebagainya.
Dalam hati tidak percaya bahwa saya sedang tersesat.
22 November 2006 : Hari Kedua
Pada saat matahari mulai terbit
saya berjalan dan mencari puncak yang tinggi untuk mencari jalan keluar dan
menghangatkan tubuh dengan cara berjalan.
Tak seperti yang dibayangkan,
pada saat saya menaiki punggungan yang saya rasa tinggi dan bisa melihat
sekeliling, ternyata masih banyak lagi punggungan yang lebih tinggi dan banyak
jurang di sekitarnya.
Siang hari kepala saya rasanya
pusing rupanya karena sudah dua hari saya tidak makan. Sesuai ilmu diklatsar
survival yang saya pelajari di MAHAPALA mengenai ciri tumbuhan yang bisa
dimakan. Survival saya lakukan dengan mencari daun yang bisa dimakan dan
tersedia di sana. Awalnya sempat muntah karena perut tidak terbiasa.
Selama perjalanan saya juga
memakan bunga anggrek dan buah murbei yang saya jumpai di punggungan gunungan
atau pinggir jurang. Air saya peroleh dengan menggali pasir bekas hujan
semalam, diendapkan airnya, lalu saya masukkan ke botol minum.
Sampai sore hari saya belum
menemukan jalan keluar, hujan mulai deras sementara saya ada di pinggir jalan
lahar, saya perhatikan air semakin tinggi dan terjadi longsor, lalu saya cari
tempat yang agak tinggi.
Tidak sempat membuat bivak, saya
tidur melingkar di pohon besar agar tidak jatuh ke jalan lahar dan
"disapu" oleh air dari atas. Malam hari saya berfikir. Saya pernah
melihat peta countur Semeru, bahwa di sebelah Timur ada tempat yang landai dan
biasanya di sanalah letak perkampungan.
Saya putuskan bahwa besok saya
harus ke arah Timur dengan panduan “kompas alam” yaitu matahari. Pagi hari
setelah melihat sinar matahari saya langsung berjalan ke arah Timur.
23 November 2006 : Hari ketiga
Mendaki punggungan yang kadang
terjal. Terjatuh saat berpegangan semak-semak yang tidak terlalu kuat, atau
terguling-guling saat terpeleset menuruni jurang. Ada suatu lokasi yang unik
dan tampak datar. Namun setelah saya injak saya terjatuh ke dalam. Rupanya
dataran tersebut adalah anyaman alami dari akar-akar pohon.
Siang hari saya melewati celah
pepohonan dan ada lubang yang dalam diantara pohon tersebut, sepertinya jika
terjatuh kesana sulit untuk bisa selamat karena lubang vertical yang sangat
dalam. Selama perjalanan saya tetap makan dedaunan yang bisa untuk dimakan,
mengambil air dari ceruk-ceruk di bebatuan sisa air hujan semalam.
Sampai pada sore hari, saya
menggali tanah di lereng di bawah akar pohon besar untuk saya gunakan tidur.
Pada malam ketiga terdengar suara dentuman beberapa kali, sepertinya semeru
sedang aktif, karena pada malam sebelumnya tidak terdengar suara sekeras itu.
Hal paling berat selama saya
tersesat adalah pada saat hari mulai gelap. Malam serasa sangat panjang keadaan
jiwa merasa gak nyaman. Entah, kalau saya bikin api apakah perasaan itu sedikit
reda.
Sayangnya hampir setiap malam
turun gerimis atau hujan yang agak deras, minus bekal korek api. Menurut
pikiran saya, jika dipaksakan membuat api dengan kondisi kayu yang basah dan
tidak berhasil, hanya akan menguras tenaga dan melemahkan mental saya. Ini
hanya pemikiran saya pribadi dan mungkin bertentangan dengan prinsip survival.
24 November 2006 : Hari keempat
Masih tetap sendiri menuju ke
arah Timur. Sempat putus asa juga karena seperti dikepung oleh bukit-bukit yang
tak ada ujung jalan keluarnya.
Saya menghibur diri dengan cara
bernyanyi, dan berusaha berbicara dengan diri saya sendiri. Serta menciptakan
teman yang fiktif untuk diajak berbicara, agar kejiwaan dan semangat tetap
terjaga.
Sekitar punggungan gunung saya
sempat melihat kotoran binatang yang besar, saya pikir itu adalah kotoran
binatang buas dan saya cepat berlari untuk menghindari hal yang tidak
diinginkan.
Cukup berat untuk melewati hutan
yang mungkin belum pernah dilewati manusia. Vegetasinya sangat rapat sehingga
sulit sekali untuk dilewati, dan saya tidak membawa pisau tebas untuk membuka
jalan.
Menjelang malam saya melihat ada
bekas potongan pohon, hati sangat gembira sekali seperti ada harapan untuk
jalan keluar. Di sekitar tempat itu tidak nampak ada jalan, malam pun tiba.
Saya membangun bivak dari bekas potongan kayu-kayu di tempat tersebut.
Sepanjang malam saya berdoa agar
esok bisa menemukan jalan keluar, karena saya yakin bekas potongan kayu ini
menandakan pernah ada orang yang ke sini.
25 November : Hari kelima
Pagi hari saya sangat senang
karena setelah mencari di sekitar potongan pohon. Ada "jalan tikus"
(jalur setapak) menuju arah barat hingga mentok jalannya buntu, berbalik arah
ke timur saya ikuti jalan ini terus sampai saya lelah dan beristirahat sejenak.
Kaget rasanya setelah sekian
hari untuk pertama kalinya bertemu dengan manusia, orang tersebut adalah Pak
Suwadi dan Pak Tamin yang sedang mencari rotan di hutan.
Pak Tamin dan Pak Suwadi
mengatakan, jika terus mengikuti jalan tikus ini, akan sampai di hutan bambu
dan perkampungan. Saya tidak mau mengambil resiko dan menunggu dua orang itu
menyelesaikan pekerjaan mencari rotan. Esok hari baru mereka turun dan saya
tidur di gubuk mereka di dalam hutan.
Perut sudah lumayan terisi,
tidak lupa juga air gula hangat yang diberikan oleh mereka. Pak Suwadi dan Pak
Tamin sudah mendapat rotan yang dicari. Mereka turun lewat hutan bambu dan saya
mengikuti dari belakang.
Akhirnya kami bertiga sampai di
sungai kampung Sumbermujur, Desa Candipuro. Melihat air sungai yang sangat
jernih, saya langsung meminumnya. Beberapa hari kemarin saya hanya minum air
keruh bercampur pasir.
26 November 2006 : Hari Keenam
Gaya pakaian saya yang compang
camping di beberapa bagian, merupan hal yang tak lazim di kampung itu.Seorang bapak
(Tohari) yang akan mandi di sungai, bertanya: "Kamu mau kemana, kok bawa
tas dan memakai sepatu dengan celana yang sudah sobek?" Saya jawab bahwa
saya mengalami tersesat di Gunung Semeru.
Kemudian Pak Tohari bertanya
lagi: "Apakah saya yang diberitakan hilang di koran, televisi dan
radio?" Saya jawab tidak tahu karena selama saya hilang saya tidak tahu
keadaan di luar hutan.
Dari sungai saya dibawa ke rumah
Pak Tohari. Entah siapa yang memberi kabar tentang diri saya, di rumah Pak
Tohari sudah banyak warga yang kumpul. Setelah mandi di sungai saya diberi
pakaian ganti, makan / minum, dan pinjaman HP untuk menghubungi sekretariat
MAHAPALA UNEJ.
Teman-teman di sekretariat tidak
percaya bahwa yang menelepon itu adalah saya, mereka minta info ciri-ciri
pakaian yang saya kenakan pada saat hilang di gunung. Setelah mereka yakin
dengan ciri-ciri pakaian yang terakhir saya gunakan, kemudian Sekretariat
segera menghubungi Tim SAR yang ada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Saya dijemput oleh Tim SAR
gabungan Lumajang dari Desa Candipuro untuk dibawa ke RSUD Lumajang. Selesai
dari RSUD Lumajang kemudian menuju ke sekretariat PA32 dan terakhir kembali
lagi di Ranupane. Setelah tiba di Ranupane saya bertemu teman-teman SAR
Kabupaten Lumajang, SAR TNBTS, SAR OPA dan teman lainnya yang tidak bisa saya
sebut satu persatu.
Saya berterimakasih sekali
kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktunya untuk menjadi TIM SAR -
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar